ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR MEDULA SPINALIS



I.              DEFINISI
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)

II.            KLASIFIKASI
a.      Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
-                         Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
-                         Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
b.      Tumor Ekstradural
à   Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
à Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.

III.           MANIFESTASI KLINIK
ð  Tumor ekstradural
-     Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
-     Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
-     Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
-     Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
-     Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
-     Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
-     Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
-     Gangguan buang air besar dan buang air kecil
ð  Tumor intradural
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
-     Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
-     Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
-     Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
-     Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif

IV.          ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

V.           patofisiologi
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang
Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)

VI.          Penatalaksanaan
ð  Stabilisasi : fusi spinal
ð  Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
ð  Tumor Ekstradural
-     Laminektomie
-     Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan
ð  Tumor Intradural
-                         Pengangkatan dengan pembedahan

VII.         Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :
ð  Pemeriksaan sinar X
ð  CT. Scan
ð  MRI
ð  Analisa Gas Darah
ð  Elektrolit
ð  Tumor Ekstradural
-                         Radiogram tulang belakang
Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
-                         Myelogram
Memastikan lokalisasi tumor
-                         Pemeriksaan LCS
Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal
ð  Tumor Intradural
-     Radiogram  tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
-     Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat














ASUHAN KEPERAWATAN
I.              Pengkajian
a.      Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
b.      Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c.      Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d.      Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e.      Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan  tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f.       Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g.      Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h.     Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i.       Nyeri / Kenyamanan,  Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan  biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j.        Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k.      Hormonal :  Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l.       Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m.    Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n.     Seksualitas,  Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
o.      Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan),  fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

II.            Masalah keperawatan
-        Kelumpuhan
-        Gangguan sensibilitas
-        Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
-        Gangguan sistem cerna
-        Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
-        Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung

III.           Diagnosa keperawatan
1.    Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri

Intervensi :
a.    Kaji keluhan nyeri
b.    Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c.     Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d.    Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e.    Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f.      Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
g.    Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h.    Berikan antiemetiksesuai indikasi

2.    Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang    b. d gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
a.      Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b.      Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c.      Lakukan perawatan kateter setiap hari
d.      Lakukan higiene oral setiap hari
e.      Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f.       Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.
g.       Lakukan perawatan kulit  : gosok punggung
h.     Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i.       Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
j.        Jelaskan pentingnya perawatan diri.
3.    Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a.    Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara,  afektif, sensoris dan proses pikir
b.    Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan  letak  tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c.    Observasi repon perilaku
d.    Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e.    Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f.     pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g.    konsultasi dengan ahli fisioterapi  / okupasi
4.    Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a.      Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b.      Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil
c.      Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d.      Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e.      Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f.       Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
g.      Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h.     Monitor tanda-tanda vital
i.       Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
5.    Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a.    Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b.    Auskultasi bunyi pernafasan
c.    Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d.    Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e.    Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f.     Monitor tanda-tanda vital
g.    Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h.    Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari  10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
i.      Pantau pengguanaan obat  obatan depresan seperti sedatif
j.      Berikan O2 sesuai indikasi
k.    Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi



SUMBER PUSTAKA

Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003,  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price,  Alih  bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta