LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA MALIGNA

I.                   PENDAHULUAN
Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.
Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :
a.       Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.
b.      Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.
c.       Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu
Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.
Bila terjadi pergeseran alat mediastinal baik yang disebabkan oleh terbentuknya cairan maupun karena aspirasi cairan, kedua keadaan dapat menimbulkan kegawatan paru.
Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan  jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.

II.                ETIOLOGI

Sebagian besar penyebab dari effusi pleura maligna ditimbulkan oleh tumor ganas paru, dan dapat disebabkan pula oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi pleura, sirosis hepatis, meigh syndrome, sub phrenic abses, vena cava superior syndrome, SLE, rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai sebab yang belum jelas (idiopatik).
Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52 %. Berdasarkan jenis tumornya bisa karena tumor primernya atau metastasis dari tempat lain. Tumor-tumor primer lebih jarang menyebabkan effusi pleura dari pada tumor metastasis. Akan tetapi bila terdapat mesotelioma sebagian besar akan menyebabkan effusi pleura maligna.
Tumor-tumor pleura yang sering menimbulkan cairan pleura antara lain bronchogenig ca, ca mamma, limphoma atau tumor-tumor dari tempat lain seperti colon, rectum, abdomen, cervic, renal, kelenjar adrenal, pankreas, esophagus, thyroid, testis, osteogenic sarcoma dan multiple myeloma.

III.             PATOGENESIS


Patogenesis terbentuknya effusi pleura  dapat dibagi antara lain:
1.      Non Malignancy
Dalam keadaan fisiologi cairan pleura berkisar antara 10-20 cc dan cairan ini bervariasi pada latihan fisik. Sedangkan tekanan hidrostatik intra pleura adalah minus 5 cm H2O. Menurut teori driving pressure adalah sama dengan perbedaan tekanan hidrostatik ( tekanan intra pleura dikurangi tekanan hidrostatik kapiler dikurangi dengan tekanan hidrostatik antara kapiler dan tekanan ini besarnya 6 cmH2O). Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan osmotik.
Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan dengan kekuatan pengisapan sama dengan perbedaan tekanan osmotik intra kapiler dan intra pleura (reabsorbsion pressure 9 mmHg)
Sebagaimana diketahui tekanan hidrostatik intra kapiler pada pleura parietalis 30 mmHg, tetapi tekanan hidrostatik kapiler pada pleura visceralis  11 mmHg. Sedangkan faktor yang lain dapat dianggap konstan , yakni tekanan hidrostatik intra pleura 5 mm Hg, tekanan osmotik intra pleura 6 mmHg dan tekanan osmotik intra kapiler 32 mmHg. Dengan perkataan lain di pleura parietalis berlaku rumus:
      PD       = (PHC-PHP)-(POC-POP)
                  = (30-(-5)-(32-6)
                  = 9 cmH2O
Pada pleura visceralis :
      PD       = (11-(-5)-(321-6)
                  = - 10 cmH20
Secara teoritis pembentukan cairan dapat dibagi atas :
A.    Eksudat
a.       Permeabilitas kapiler pleura bertambah
b.      Pengaliran cairan limphe rongga pleura terhambat
 
B.     Transudat, yang terdapat pada :
a.       Bendungan sistemik dari arteri pulmonalis
b.      Hipoproteinemia disertai merendahnya koloid osmotik plasma
c.       Tekanan intra pleura yang sangat negatif
d.      Perembesan transudat intra peritoneal melalui sistem limpha dan menembus diaphragma ke rongga pleura.
2.      Effusi pleura maligna
Pada effusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis ini tidak lagi dapat diperhitungkan oleh karena faktor mekanisme pembentukan cairan memberikan gambaran patologis :
a.       Erosi pembuluh darah dan pembuluh limphe
b.      Obstruksi pembuluh darah atau pembuluh limphe
c.       Effusi oleh karena skunder infeksi dari tumor
d.      Implantasi sel tumor pada pleura
Pembentukan cairan yang demikian menyebabkan cairan cepat terkumpul dan bertambah dimana terbentuk secara massive.
 

IV.             DIAGNOSA


Diagnosa dari effusi pleura ditegakkan atas dasar keluhan dari penderita dan dapat dibedakan atas
1.      Riwayat Penyakit, dimana terdapat :
a.       Keadaan uum yang lemah
b.      Terdapatnya dispneu
c.       Terdapatnya rasa nyeri dada
d.      Suhu tubuh yang tidak tetap
2.      Pemeriksaan Fisik yang ditandai dengan :
a.       Hemithorak yang kurang bergerak
b.      Vocal fremitus berkurang
c.       Perkusi redup
d.      Suara pernafasan menghilang
Secara teoritis dapat pula ditentukan garis Ellis Damoiseu, namun pemeriksaan rontgen laebih dapat memberikan tanda-tanda yang pasti. Pada gambaran radiologis ditemukan gambaran perselubungan, ruang antar iga yang melebar dan desakan pada alat mediastinum. Disamping tanda yang pasti adanya meniskus pada permukaan cairan dan dapat dibuktikan terdapatnya pergeseran cairan pada photo lateral decubitus.
Di samping itu kadang-kadang suatu massa tumor memberikan gambaran Golden S sign, dimana permukaan conveks sedangkan meniscus cairan memberikan gambaran konkaf. Bentuk dimana didapatkan bayangan cairan pleura sering sukar dibedakan dengan atelektasis lebih-lebih terdapat atelektasis dan cairan pleura bersama-sama yang memberikan gambaran radiologis yang tak jarang pada kanker paru  yang tumbuh intra luminer.
3.      Pleura punctie
Dapat memastikan adanya cairan dalam pleura dan jenis cairan eksudat, transudat,hemorhagic atu pus. Walaupun tes biokimia meliputi alkalinephospatase, lacticodehidrogenase, amilase, glucosa, protein dan lemak atau pemeriksaan sedimen dari pleura yaitu eritrosit, leukosit ataupun pemeriksaan bakteriologis, akan tetapi secara makroskopis cairan ini telah dapat dilihat.
Penyebab yang pasti dari effusi pleura hanya ditegakkan atas dasar sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit dari cairan punksi maupun biopsi pleura. 

V.                 TERAPI


1.      Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa effusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disampng itu punksi dituukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.
 Jumlah cairan yang boleh diasirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umm penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.       Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.      Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.       Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
 a.       Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
b.      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
c.       Aspirasi pleura dapat menimbulkan skunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
1.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg
2.      Pleurodysis
Dapat dipergunakan darah atau glukosa atau dengan talc poudrage dengan tujuan untuk menghilangkan rongga pleura.
3.      Pleurectomy/ dekortikasi
Dengan tujuan untuk menghilangkan pleura, sering dilakukan pada carcinoma mamma.
4.      Memasukan bahan-bahan radioaktif
a.       Dapat digunakan Au 198 sebanyak 75-150 mc sampai dengan dosis 450 mc
b.      P32 (Cr P32O4) sebanyak 10-20n mc.
c.       Yetrium 90.
Walaupun berbagai penlitian tidak menunjukkan hasil yang baik akan tetapi pada metastase carcinoma mamma menunjukkan hasil yang lebih baik daripada carcinoma paru primer.


5.      Citostatic intra pleura.
Zat-zat yang digunakan biasanya :
a.       Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.
b.      Theothepa 20-50 mg intra pleura
c.       Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
d.      Fluoro uracil dan mitomycine

6.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

ASUHAN KEPERAWATAN EFFUSI PLEURA AKIBAT MALIGNANCY

a.         Pengertian
Effusi Pleura adalah : Kumpulan cairan dalam rongga pleura yaitu anatara pleura parietalis dan pleura viceralis yang berupa cairan transudat atau eksudat (Lab UPF Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994 : 3).

b.         Faktor Penyebab

Menurut asalnya cairan yang terkumpul dalam rongga pleura ada dua yaitu : berasal dari paru sendiri yang disebut eksudat dan cairan yang berasal dari luar paru yang disebut transudat. Adapun penyebab  adanya cairan eksudat antara lain :
a.       Infeksi : Tuberkolosa Pneumonia
b.      Tumor
c.       Infark Paru
Sedangkan penyebab adanya cairan transudat antara lain :
a)      Kegagalan jantung kognetif
b)      Asites
c)      Vena kava superior Syndrom
d)     Tumor

c.         Patofisiologi

Dalam keadaan  normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara  pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang  merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid  pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi  pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain  dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju  rongga pleura, iga  atau columna vetebralis.
Adapun bentuk  cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu  berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias  mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.

d.        Diagnosis

1.      Klinis.
Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak meberi tanda – tanda fisik yang nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan pada pemeriksaan fisik seperti penurunan pergerakan hemithoraks yang sakit, fremitus suara dan suara napas melemah.. Cairan pleura yang lebih dari 1000 cc dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairan tidak memenuhi seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000 cc : Suara napas melemah atau menurun (mungkin menghilang sama sekali) dan mediastinum terdorong ke arah paru yang sehat.
2.      Radiologi
Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoskopi maupun foto thoraks PA tidak tampak. Mungkin kelainan yang nampak hanya berupa penumpukan sinus kontofrenikus. Pada effusi pleura subpulmonal , meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc, sinus kontofrenikus tidak tampat tumpul tetapi diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dapat dilakukan dengan membuat foto dada lateral dari sisi dada yang sakit.
Foto thoraks PA dan possi lateral dekubitus pada sisi yang sakit sering memberikan hasil yang memuaskan  bila cairan pleura sedikit, atau cairan subpulmonal yaitu nampak garis batas cairan yang sejajar dengan kolumna vertebralis atau berupa garis horisontal.

e.         Pengelolaan

Pengelolaan efusi pleuran ditujuhkan pada pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (Torasentesis)
Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
  1. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
  2. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
  3. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian :
  1. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
  2. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
  3. Dapat terjadi pneumothoraks.

: Dari gejala kardinal dapat di ketahui gambaran keadaan umum klien.

\ ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
b.      Riwayat  Keperawatan
Keluhan utama : Adanya sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang sakit.
c.       Riwayat Penyakit sekarang.
Adanya demam yang menyerupai influenza yang timbulnya berulang, batuk lebih dari 2 minggu yang sifatnya non produktif, Nafsu makan menurun, meriang, sesak napas dan nyeri dada.
d.      Riwayat penyakit dahulu.
Perlu dikaji adanya riwat penyakit TBC paru, kegagalan jantung  kongestif, pneumonia, infark paru, tumor paru.
e.       Pemeriksaan Fisik
Inspeksi     : Didapatkan penggunaan otot bantu pernapasan, cuping hidung melebar, iga melebar, rongga dada asimetris, cemmbung pada sisi yang sakit, pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit.
Palpasi       : Pergerakan dada asimetris, fremitus raba melemah.
Perkusi      : Suara redup pada posisi yang sakit dan nyeri ketok
Auskultasi : Adanya suara tambahan,suara egofoni, suara pernapasan melemah pada posisi yang sakit.     

f.       Kebutuhan sehari – hari
§  Kebutuhan Nutrisi : Pada pola nutrisi akan ditemukan : nafsu makan menurun yang diakibatkan oleh toksemia dan pada observasi ditemukan klien kurus, berat badan tidak ideal, jaringan lemak tipis dan iga kelihatan.
§  Kebutuhan istirahat dan tidur : Klien dengan sesak dan nyeri kemungkinan akan mengalami gangguan dalam pola tidur dan istirahat. Oleh karena itu perlu dikaji lamanya istirahat dan tidur, kebiasaan sebelum tidur, posisi tidur, sclera mata, apatis, kurang perhatian dan kurang respon.
§  Kebutuhan aktivitas : Klien dengan nyeri dada dan sesak mengalami gangguan aktivitas / keterbatasan dalam aktivitas. Terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari ( ADL)
g.      Pola Persepsi : Perlu di kaji tentang pandangan klien terhadap dirinyaserta pandangan klien terhadap penyakit yang diderita.

II.    Diagnosa keperawatan:
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.      Ketidakefektifan pernapasan sehubungan dengan expansi paru yang menurun.
2.      Gangguan  rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan penumpukan cairan pada rongga pleura.
3.      Gangguan  nutrisi ; Kurang dari kebutuhan tubuh  sehubungan tidak adekuatnya asupan nutrisi.
4.      Gangguan Istirahat dan tidur sehubungan dengan sesak napas dan nyeri.
5.      Gangguan aktivitas sehubungan dengan sesak napas dan nyeri.
6.      Cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan.

III. Perencanaan
a.      Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan sehubngan dengan adanya penurunan ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam rongga pleura)
Tujuan  : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan  diharapakn pernapasan efektif kembali
Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 – 24 X/menit. Hasil Lab BGA  Normal
Intervensi :
1)      Pertahankan Posisi semi fowler.
Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru   yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.
2)      Observasi gejala kardinal dan monitor tanda – tanda ketidakefektifan jalan napas.
Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat dimabil tindakkan penanganan segera.
3)      Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas.
Rasional : Pengertian Klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permahsalahan yang terjadi.
4)      Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam aspirasi caian pleura (Puctie pleura / WSD), Pemberian Oksigen dan Pemeriksaan Gas darah.
Rasional : Puctie Pleura / WSD mengurangi cairan dalam rongga pleura sehingga tekanan dalan rongga pleura berkurang sehingga eskpasi paru dapat maksimal.

b.      Diagnosa keperawatan : Gangaguan rasa nyaman nyeri dada sehubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan  : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan  diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.
Kriteria : Tidak mengeluh nyeri dada, tidak meringis, Nadi 70 – 80 x/menit.
Intervensi :
1)      Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral.

2)      Atur posisi klien yang enak sesuai dengan  keadaan yaituy miring ke sisi yahg sakit.
Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan  penekanan sisi yang sakit.
3)      Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.
Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk menangani nyeri.
4)      Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik  distraksi.
Rasional : Teknik distrasi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif.
5)      Oservasi gejala kardinal
Rasional

c.       Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan  sehubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.
Tujuan  : Kebutuhan nutrisi terpeniuhi.
Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang di sediakan.
Intervensi :
1)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.
Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan sel baru.
2)      Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan kembali apa yang telah di jelaskan.
Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik  klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien  tentang nutrisi
3)      Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi  dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein tinggi.
Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan.
4)      Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan berat badan yang diinginkan berat badan ideal.
Rasional : Diharapkan klien  kooperatif.
5)      Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.
Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera makan.
6)      Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.
Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa.
7)      Monitor kenaikan berat badan
Rasional : dengan monitor  berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.

d.      Diagnosa keperawatan : Gangguan istirahat tidur sehubngan dengan sesak dan nyeri.
Tujuan  : Setelah dilakukan tindakkan perawatan  diharapakn tidur terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.
Intervensi :
1)      Lakukan koliborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesik
Rasional : dengan penambahan sublay O2 diharapkan sesak nafas berkurang  sehingga klen dapat istirahat.
2)      Beri suasana yang nyaman  pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi:
Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru – paru untuk melakukan ekspansi optimal.
3)       Berikan penjelasan terhadao klien pentingnya istirahat tidur.
Rasional : dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat secara berlebihan.
4)      Tingkat relaksasi menjelang tidur.
Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.
5)      Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.
Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan.

e.       Diagnosa keperawatan : Gangguan aktifitas sehubungan dengan sesak dan nyeri.
Tujuan  : Setelah dilakukan tindakkan perawatan  diharapkan klien dapat melakukan aktivtas dengan bebas.
Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Intervensi :
1)      Bimbing klien melakukan  mobilisasi secara bertahap.
Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
2)      Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
Rasonal : Diharapkan ada upaya  menuju kemandirian.
3)      Ajarkan pada klien menggunakan relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri.
Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.
4)      Jelaskan tujuan aktifitas ringan.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.
5)      Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.
Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.
6)      Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.
Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.
Diagnosa Keperawatan : Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.
Kriteia  : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.
Intervensi :
1.      Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya.
Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya.
2.      Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien
3.   Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.
            Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.

DAFTAR KEPUSTAKAAN.

LAB/UPF Ilmu Penyakit Paru FK. Unair. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1994 Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Marilyn E. Doenges, Merry Frances Mourhouse, Allice C. Glisser. 1986. Nursing Care Planning Gidelines For Planning Patient care. Second Edition.Philadelphia FA. Davis. Company.

Med Muhammad Amin DKK. 1993. Pengantar ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga.

Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II Jakarta : Balai Penerbit FKUI.