ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KISTA COLEDOCAL


Patofisiologi
Ada berbagai penjelasan dan klasifikasi kista coledocal berdasarkan pada lokasi dan anatomi. Klasifikasi yang paling membantu dibuat oleh Todani yang dimodifikasi dari klasifikasi yang disusun oleh Alonsolej. Jenis pertama ditandai oleh adanya penggabungan (fusiformis) dilatasi duktus bilier tempat duktus kista masuk (paling lazim). Kista coledocal dianggap merupakan gambaran awal dari kelainan sistem bilier pankretikus. Beberapa keadaan yang sering berkaitan dengan kista coledocal adalah keadaan jungta anomali duktus pankreatikus dan duktus bilier besar, stenosis duktus bilier bagian distal, dilatasi duktus intra hepatik. Ketidaknormalan histologi duktus bilier besar dan ketidaknormalan histologi hepar dari normal sampai sirosis hepatis. Gambaran-gambaran ini terjadi dalam beberapa tahapan dan kombinasi perubahan anatomi dan malformasi.

Etiologi
Penyebab kista coledocal masih diperdebatkan. Salah satu penjelasan yang dapat diterima dan dijelaskan oleh Babbit. Ia menyatakan adanya pertautan antara duktus bilier pakreatikus secara tidak normal dengan pembentukan suatu “saluran” kemana sekresi enzim pankreas dikeluarkan akibat dinding duktus bilier menjadi rapuh oleh adanya pengerusakan enzim secara bertahap yang menyebabkan dilatasi, peradangan dan akhirnya terbentuklah kista. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua kasus kista coledocal menunjukkan terbentuknya “saluran”.
Kista coledocal lebih lazim terjadi pada wanita dari pada pria (4 : 1). Gejala yang lazim disebut classic symptom compleks diuraikan pada manifestasi klinik.

Manifestasi Klinik
Perawat penting mengetahui manifestasi klinik dari kista coledocal, dimana informasi diperoleh saat melakukan pengkajian.
Tanda-tanda yang umum kista coledocal yang disebut clssic sympton copleks meliputi nyeri, adanya massa, kuning yang dialami kurang dari setengah penderita. Tanda yang lebih sering nampak adalah nyeri abdomen yang sering kambuh setelah beberapa bulan atau tahun. Biasanya hanya sedikit yang menunjukan penyakit kuning. Apabila kondisi tetap berlangsung , dapat terjadi colangitis, serosis dan hipertensi portal.

Test diagnostik
Kista coledocal pada bayi atau janin dapat dideteksi dengan ultrasonik maternal antenatal. Pada orang dewasa dilakukan ultrasonografi dan computerized axial tomografi. Endoscopic retrogrde echolangiospancreatography (ERCP) dilakukan pada pasien bila hasil prosedur noninfasiv kurang jelas.

Diagnosa Keperawatan
Menurut Spark (1991), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan kista coledocal adalah :
1.      Nyeri
2.      Gangguan kosep diri
3.      Perubahan nutrisi
4.      Gangguan pertukaran gas  

Intervensi
1.      Intervensi Medis
Tindakan pembedahan meliputi drainage internal melalui systerectomy dan eksisi. Angka morbiditas dari tindakan ini cukup tinggi. Dinding kista terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi selaput lendir. Kejadian yang tidak diharapkan adalah terjadinya obstruksi jaringan parut. Selanjutnya kista jaringan ikat tidak dapat kontraksi setelah drainase.
Morbiditas dapat pula disebabka oleh stasis bilier. Resiko lain adalah berkembangnya maligna akibat retensi kista. Untuk ini maka dianjurkan dilakukan reseksi kista.

Reseksi yang sukses memerlukan tindakan diseksi melingkar dengan memasukan plane antara kista dan vena porta sehingga memudahkan pengangkatan. Pada prosedur ini dapat terjadi cedera pada duktus pankreas. Prosedur alternatif lain dapat dilakukan bila secara anatomis porta terdesak oleh peradangan.

2.      Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah yang dijelaskan pada diagnosa kperawatan serta diarahkan untuk mencegah cedera. Secara umum tindakan keperawatan antara lain :
·         Mengurangi rasa nyeri
·         Membantu pasien untuk memulihkan konsep dirinya, menghadapi dan menerima realita serta mengembangkan pola pemecahan masalah.
·         Mencukupi kebutuhan nutrisi.
·         Mencukupi kebutuhan pertukaran gas.

DAFTAR PUSTAKA
Schwartz, Shires, Spenes, Principles of Surgery, Fith Ed. Mc. Graw Hill Book Co. 1988.
Sheila M. Sparks, Nursing Diagnosis Reference Man

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PEMAKAIAN KATETER CVP

I.                   Pengertian
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.

II.                Lokasi Pemantauan
·         Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
·         Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
·         Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
·         Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena kava superior

III.             Indikasi Pemasangan
·         Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan syok.
·         Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart, trepanasi.
·         Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
·         Pasien dengan gagal jantung.
·         Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin).
·         Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif).

IV.             Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP al :
·         Perdarahan.
·         Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).
·         Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak.
·         Pericardial effusion.
·         Aritmia
·         Infeksi.
·         Perubahan posisi jalur.

V.                Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
·         Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
·         Frekuensi napas, suara napas
·         Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi
·         Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter
·         Kesesuaian posisi jalur infus set
·         Tanda-tanda vital, perfusi
·         Tekanan CVP
·         Intake dan out put
·         ECG Monitor

VI.             Diagnosa Keperawatan

1.         Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter vena central


VII.          Tujuan Keperawatan

a.         Perawatan akan menangani atau mengurangi komplikasi dari emboli darah


VIII.       Rencana Keperawatan
1.      Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah bagi klien yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi.(terapi heparin dosis rendah akan mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan memungkinkan resiko terjadinya embolisme)
2.      Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal
·         Nyeri dada akut dan jelas
·         Dispnea, kelelahan, sianosis
·         Penurunan saturasi oksigen
·         Takikardia
·         Distensi vena jugularis
·         Hipotensi
·         Dilatasi venrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim(pada ronsen dada)
·         Kekacauan mental
·         Disritmia jantung
(oklusi arteri pulmonal mengganggu aliran darah ke paru-paru bagian distal mengakibatkan hipoksia)
3.      Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok :
·         Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan)
·         Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protokol
·         Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi melalui haluaran urine)
·         Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik (untuk mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan)
·         Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan meningkatkan tekanan darah
·         Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis metabolik)
·         Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai indikasi
·         Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan menurunkan kebutuhan metabolisme )
·         Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan/ atau skaning perfusi paru-paru ( untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis)
(Karena kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah awitan, intervensi segera adalah sangat penting)
4.      Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen. (dengan tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat)
5.      Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu menentukan status perfusi dan volume)
6.      Lakukan pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan program dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan meningkatkan perfusi kapiler pulmonal)
7.      Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan heparin. (IV secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat atau memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah pembentukan dan berulangnya pembekuan.

IX.             IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.

X.                EVALUASI

Tidak ditemukan tanda-tanda emboli darah


DAFTER PUSTAKA

Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


A.    Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
                                                                                              (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

B.     Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1.      Kandung kemih (sistitis)
2.       uretra (uretritis)
3.       prostat (prostatitis)
4.       ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1.      ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2.      ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a.       Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
b.      Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c.       Gangguan daya tahan tubuh
d.      Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C.    Etiologi
1.      Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a.       Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b.      Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c.       Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2.      Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a.       Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b.      Mobilitas menurun
c.       Nutrisi yang sering kurang baik
d.      Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e.       Adanya hambatan pada aliran urin
f.       Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D.    Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
-        masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
-        Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal

Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada  pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
-        Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
-        Mobilitas menurun
-        Nutrisi yang sering kurang baik
-        System imunnitas yng menurun
-        Adanya hambatan pada saluran urin
-        Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

Pathway : terlampir






E.     Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
-        Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
-        Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
-        Hematuria
-        Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
-        Demam
-        Menggigil
-        Nyeri panggul dan pinggang
-        Nyeri ketika berkemih
-        Malaise
-        Pusing
-        Mual dan muntah

F.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Urinalisis
-        Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
-        Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.      Bakteriologis
-        Mikroskopis
-        Biakan bakteri
3.      Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.      Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.      Metode tes
-        Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif  jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
-        Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
-        Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

G.    Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi  Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
-        Terapi antibiotika dosis tunggal
-        Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
-        Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
-        Terapi dosis  rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian  obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
-        Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
-        Interansi obat
-        Efek samping obat
-        Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1.      Efek nefrotosik obat
2.      Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
-        Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
-        Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh membahnayakan/
-        Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
-        Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

H.    Pengkajian
1.      Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2.      Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
-        Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
-        Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3.      Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
-        Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
-        Imobilisasi dalam waktu yang lama.
-        Apakah terjadi inkontinensia urine?
4.      Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
-        Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)  
-        Adakah disuria?
-        Adakah urgensi?
-        Adakah hesitancy?
-        Adakah bau urine yang menyengat?
-        Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
-        Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
-        Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas
-        Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5.      Pengkajian psikologi pasien:
-        Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

I.       Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1.      Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2.      Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius  lain.
3.      Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

J.      Intervensi Keperawatan
1.      Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a.       Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b.      Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c.       Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d.      Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e.       Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f.       Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
g.      Kolaborasi:
-        Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas
-        Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h.      Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih

2.      Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius  lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a.       Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b.      Tentukan pola berkemih pasien
c.       Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d.      Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung kemih/ginjal)
e.       Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
f.       Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g.      Kolaborasi:
-        Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
-        Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.        

3.      Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a.       Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
b.      Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c.        Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d.      Instruksikan pasien untuk menggunakan obat  yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
e.       Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
 

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.